Postingan

Berkemas, Bergegas, Berbahagialah.

Gambar
  Pada kopi berseduhkan gula, Yang beradu sengit dalam pahitnya. Berkemaslah. Saat harapan berwujudkan cita, Menguap menjelma angan bersama pelita, Masa lalu yang tak lagi ingin bercerita, Yang akan datang menjadi buta, Dan kau yang kuat walau terguyur derita, Bergegaslah. Sudah saatnya bergerak, Walau kaki telah menjadi kerak, Pikiran dan hati yang telah lama berjarak, Namun raga telah ingin beranjak. Sudah saatnya membuang lelah, Pada hidup yang dipenuhi resah, Membuangnya jauh ke entah-berentah, Bersama apa yang kau sebut keluh kesah. Sudah saatnya pergi, Membawa kecewa yang telah memenuhi hati, Mengukirnya sebagai sebuah prasasti, Yang bila kau rindu suatu hari nanti, Memaknainya sebagai sesuatu yang sangat berarti. Pergilah. Hidup hanyalah sekali, Juga kesempatan tak datang dua kali, Apakah kau ingin jatuh berulang kali?, Atau kecewa berkali-kali?, Hatimu juga layak dicintai. Maka berbahagialah!. -Tssahh, Berkemas, bergegas, Berbahagialah.

Namamu

Gambar
 Namamu tertinggal di kepalaku, Berlari di dalam pikiranku, Hinggap di pelupuk mataku, Berhembus disetiap napasku, Mengalir disetiap inci pembuluh darahku, Mengalun dalam langkah kakiku, Melayang di mimpiku, Dan terucap disetiap do'a-do'aku. -Tssahh, Namamu.

Manusia

Gambar
-Tssahh, Manusia. Malam mengudara, Menari di atas kepala, Seluruh mata tertutup tanpa ada kata,  Riuh riak mengalun menjadi titik suara, Dingin melilit lalu menusuk setiap rongga. Disaat manusia terlelap dalam mimpi indahnya, Anak manusia terbangun pada sepertiganya, Mengikuti cahaya lalu mambasuh muka, Tangan,  telinga,  kaki,  dan tak lupa kepala, Mengangkat takbir dua rakaat penuh percaya. Lalu duduk termenung bergelar sajadah, Bersimpuh tangan menengadah, Terpanjat do'a dari bibirnya yang pasrah, Sebab tak ada lagi selain kata menyerah. Diantara kata tersemat nama orang tua dan dia,  Tanpa ragu menginginkan agar selalu sehat dan bahagia. Berharap semuanya cukup menjadi rahasia, Kemudian tangannya membasuh muka,  lalu diiringi kata Aamiin.. Diikuti ribuan malaikat yang hadir disisinya. -Tssahh, Manusia.

Siklus

Gambar
-Tsaahh, Siklus. Di jalan-jalan setapak yang kulalui; Ada yang tampak berbeda sore ini; Aku melihat seseorang sedang sendiri; Pandangannya kosong; dingin; hampa tak berarti. Aku mencoba melihatnya lebih dekat lagi. Terlihat pisau tertancap di dada dan punggungnya; tubuhnya tak mengisyaratkan apa-apa; apa yang kulihat ini nyata?. Ia tampak mencabut satu-persatu pisau itu lalu membersihkan lukanya; senyum muncul di wajahnya; ia lalu menangis sejadi-jadinya. Dia adalah orang yang sama; yang biasa terlihat di sudut-sudut kota; membuat orang lain tertawa; bahagia; saling berbagi rasa dan suka. Tapi malamnya ia isi dengan membersihkan lukanya sendirian; seperti inikah kehidupan bekerja?. Kulihat lagi ia sedang membersihkan ribuan topengnya; untuk dia kenakan dihari-hari berikutnya; tanpa lelah ia mecoba sekuat tenaga; walau dengan senyum yang sedikit memaksa; lalu malam bekerja seperti biasanya; Pagi menjelang; tapi nasib manusia kadang malang; pagi hari ia sibuk berpura-p

Titik Cahayaku

Gambar
-Tsaahh, Titik Cahayaku. Kakiku berjalan menuju sepi; Pada jiwa yang gelap dan tak berpenghuni. Malam selalu menjadi sunyi; bagi orang-orang yang lebih memilih mengasingkan diri. Dingin selalu menjadi teman dalam diskusi. Mengapa malamku selalu menjadi hampa?; pikiranku melanglang buana jauh ke sana. Aku; mungkin menjadi orang yang tak pernah tahu harus ke mana?; terjebak dalam pusaran semesta; tak pernah mendapatkan apa-apa. Bagiku semesta tak pernah berpihak pada orang yang tak tahu arah; membuatku selalu bersikap pasrah. Pada apa aku harus mendekap?; saat dunia tak lagi ingin membekap?. Pikiranku terperangkap. Kehidupan menjadi tak tentu; akupun menjadi ragu; setiap makna kudapati hanyalah ambigu; setiap sisi terasa terbelenggu; kuputar syair yang menjadikannya sendu; pikiranku beradu; membawanya pada sisi yang buntu. apakah aku akan berakhir menjadi debu?. Namun sore itu. Semesta seakan merencanakan sesuatu; kudapati kau. Bulir air jatuh menjelma menjadi hujan; me

Ada Yang

Ada Yang Aku berjalan di bawah terik, saat semua senyum menyatu dalam pelik. Di sana, saat matahari menggantung di langit. Semua orang sibuk beradu sengit. Peduli?, Itu hanya kata yang membelit. Terucap di mulut, namun sebenarnya tak pernah ada. Orang-orang berlalu lalang, tenggelam dalam dunianya. Ada yang mencari dirinya sendiri, ada yang lari bersembunyi, Ada yang menengadah congkak dengan segala puja-puji, Ada yang berebut mencari eksistensi, ada yang diam ditundukkan dunia, Ada yang mati dalam tekanan, ada yang gelisah dalam penyesalan, dan Ada yang hidup dalam kepura-puraan. Orang-orang seakan berkumpul, mewakili setiap keresahan. Apa yang mereka pertaruhkan hari ini?, Mati untuk hidup atau hidup untuk mati?, Lantas mengapa mereka tak pernah pandai bersyukur?. Jika hidup adalah tentang mencari bahagia, Tak cukupkah dengan menghargai diri sendiri?. Berterima kasih pada diri sendiri yang telah setia Walau lelah selalu datang me

Cukup

Gambar
Apalah arti matahari. Jika kepergianku dibalik terbitnya adalah sinar Yang akan menuntun. Dan hangatnya yang menghidupkan Lalu apalah arti matahari. Jika kepulanganku dibalik terbenamnya Bukan lagi aku yang kau sambut, Dan Bukan lagi namaku yang kau sebut. Kemudian Malam semakin gelap, Dingin semakin menyelimuti, Riuh mulai terdiam, Namun harapku tak berhenti mengitari. Kata yang kutulis tak lagi sama dengan yang ada dipikiranku, kata demi kata terangkai hanya membuktikan bahwa kita ada, dan tak pernah membuktikan bahwa kita pernah bersama. Cukup, Aku berhenti malam ini. Kau telah menemukan rumah barumu, Dan aku harus bahagia. -Nazri, Tsaahh