Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Cukup

Gambar
Apalah arti matahari. Jika kepergianku dibalik terbitnya adalah sinar Yang akan menuntun. Dan hangatnya yang menghidupkan Lalu apalah arti matahari. Jika kepulanganku dibalik terbenamnya Bukan lagi aku yang kau sambut, Dan Bukan lagi namaku yang kau sebut. Kemudian Malam semakin gelap, Dingin semakin menyelimuti, Riuh mulai terdiam, Namun harapku tak berhenti mengitari. Kata yang kutulis tak lagi sama dengan yang ada dipikiranku, kata demi kata terangkai hanya membuktikan bahwa kita ada, dan tak pernah membuktikan bahwa kita pernah bersama. Cukup, Aku berhenti malam ini. Kau telah menemukan rumah barumu, Dan aku harus bahagia. -Nazri, Tsaahh

Menjadi Angin

Gambar
Terbangun dari tidur panjang, Sejenak terduduk, Memperhatikan sekeliling. Menatap wajah-wajah yang aku lupakan Yang selama ini mengingatkan. Dari balik kendaraan yang melintas, Seorang anak dengan lengking tawanya, Berlari dengan bangganya tanpa pernah Merasakan lelah, mengingat mereka hanya memikirkan bermain. Seketika, angin berhembus Dari arah yang berbeda, tak sengaja Menggelapkan pandangan Dari apa yang selama ini aku maknai sebagai Sisa keindahan. "Dasar angin", kataku sambil mengusap mata. Aku terdiam, lalu teringat pada Apa yang dulu aku impikan. Menjadi angin. Entah mengapa aku hanya ingin Menjadi angin. Aku ingin menjadi seperti angin, yang kelak akan selalu datang pada malammu yang dingin. Aku ingin menjadi angin, yang tak tahu arah namun selalu tepat, pulang pada pelukan yang hangat. Aku rela menjadi angin, yang tak kau sadari namun tak tahu aku yang selalu ada. Dan aku hanya rela menjadi angin, yang kau hirup untuk bahagiamu, tanpa p

#1 - PULANG

Di suatu sore, seperti biasanya setelah penat dikumpulkan, aku pulang saat langkah kaki tak lagi memiliki tujuan, dan rumah tak pernah lagi kutemukan, aku melewati jalan yang biasa kita lalui. yah kita, sebab dahulu kita terlalu mengagungkan kata itu. "Di mana dirimu?", tanyaku lirih. Ternyata jalan tak pernah sepi dan aku masih terus mencari dirimu. Pada setiap alunan tawa, setiap irama kaki, setiap lekuk senyum, dan setiap wajah letih di sudut-sudut kota, dan di sela-sela riuh ramainya orang-orang. Namun pulang, tak pernah lagi kutemui. Dirimu adalah rumah kedua bagiku. Tempatku menetap, tempatku merebahkan lelah, berkeluh kesah tanpa harus menyimpan resah. Jika tak lagi kutemukan rumah pertamaku. lalu, pada apa lagi aku harus mengatakan pulang jika bukan pada dirimu?. Aku masih mencari dirimu. Izinkan saya pulang. Nazri, Pulang.